Menilik Seorang Pejuang Keadilan Rakyat
Penulis: Khomsah Nur Firdausi, Pendidikan Geografi 2017, UNS
Solo - Gelombang pengendara sepeda motor yang datang dari arah universitas kenamaan dikota Solo yang tak lain adalah para mahasiswa UNS berarak menuju salah satu situs bukti perjuangan pahlawan yang bergerak dalam bidang perdagangan, Museum Samanhudi. Rombongan ini merupakan para mahasiswa yang tergabung dalam salah satu UKM dibawah bimbingan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) UNS yaitu Sekolah Penerus Bangsa. Kegiatan kunjungan ke Museum Samanhudi adalah satu dari serangkaian agenda rutin atau biasa disebut dengan mocas (moving class) yang telah memasuki pekan kedua sejak dimulainya kegiatan tersebut.
Acara ini diselenggarakan selama tiga hari yaitu sejak Jumat, 22 September 2017 hingga Ahad, 24 September 2017. Para siswa SPB bebas memilih salah satu dari ketiga hari tersebut. Berawal dari berkumpulnya para siswa SPB di gedung Porsima, pada pukul 13.00 WIB mereka berkumpul untuk persiapan pemberangkatan didampingi oleh panitia dari BEM UNS. Tak lupa almamater berwarna light blue kebanggaan mereka kenakan. Setelah dirasa sudah lengkap peserta / siswa SPB yang hadir, maka pada pukul 14.00 WIB dimulailah perjalanan menuju Museum Samanhudi yang terletak di Jl. K. H. Samanhudi No.75, Sondakan, Solo.
Tujuan dari kegiatan mocas 2 mengunjungi Museum Samanhudi adalah untuk membuka pemahaman dan jiwa-jiwa pejuang yang berjuang untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh rakyat bangsa ini dengan berasaskan pada sikap filantropi yang harus ditumbuhkan bagi para siswa dari Sekolah Penerus Bangsa sehingga kedepannya dapat terealisasikan. Sesuai dengan nama museumnya, didalamnya mengungkap sejarah seorang tokoh yaitu Samanhudi. Beliau adalah sosok pahlawan yang turut aktif dalam pergerakan nasional dan menegakkan keadilan terutama dalam bidang ekonomi bagi kaum pribumi. Seorang pendiri organisasi Sarekat dagang Islam (SDI).
. Setelah rombongan siswa SPB sampai ditempat tujuan tepatnya di kelurahan Sondakan kesan awal yang mereka rasakan memang tak nampak bahwa di dalam tempat ini terdapat sebuah museum. Kedatangan mereka di kantor kelurahan Sondakan disambut dengan baik oleh panitia dan beberapa pegawai kantor kelurahan Sondakan. Setelah itu, mereka diarahkan untuk berkumpul di pendopo atau aula kantor kelurahan. Setelah itu acara dibuka oleh MC, dilanjutkan dengan pengisian oleh para pemateri yang tentunya mengetahui napak tilas perjuangan seorang Samanhudi. Diantaranya adalah bapak Suwardi, beliaulah yang menjelaskan kepada para siswa SPB mengenai biografi Samanhudi. Kemudian ada juga bapak Aziz Okta, beliau adalah petugas keamanan kelurahan Sondakan yang saat itu menjadi tour guide bersama bapak Suwardi.
Didalam museum yang tempatnya tidak begitu luas tersebut, memuat banyak bukti sejarah yang berkaitan dengan seorang Samanhudi. Terdapat banyak figura, foto, dan tulisan-tulisan yang menyangkut kisah hidup Samanhudi. Dari penjelasan yang dituturkan oleh bapak Suwardi dan bapak Aziz para siswa SPB dapat memahami bahwa bagaimana sulitnya rakyat pribumi mendapatkan keadilan padahal di tanah airnya sendiri. Singkat cerita smanhudi adalah seorang putra dari keluarga pedagang batik didaerah Laweyan. Saat usianya yang baru menginjak 13 tahun, Ayahnya mempercayakan perusahaan keluarga kepadanya. Barulah pada saat berusia 19 tahun beliau memimpin perusahaan yang tenaga kerjanya ssat itu berjumlah 200 orang.
Awal perjuangan Samanhudi yaitu saat beliau merasakan adanya perbedaan perlakuan oleh penguasa Hindia-Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang tionghoa pada tahun 1905. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1905, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya. Awal didirikannya organisasi ini adalah untuk mewadahi para pengusaha batik di Surakarta. Terlihat sekali bahwa beliau sangat mengutaman kepentingan orang lain dengan ikut dalam konggres yang diselenggarakan di Sriwedari dan mengubah nma organisasinya menjadi Sarekat Islam (SI) serta membuat anggaran dasar dalam pelaksanaannya.
Setelah selesai dalam kunjungannya di Museum Samanhudi para siswa SPB melanjutkan perjalanan menuju Masjid Laweyan. Sebuah masjid tua yang terletak di perbatasan kota Solo. Usai dari masjid, mereka berjalan menyusuri setiap sudut jalanan menuju rumah pemberian Soekarno yang saat ini ditempati cicitnya. Kemudian, Mereka berjalan menuju makam Samanhudi dan dikisahkan pula dulu ketika Samanhudi meninggal banyak sekali kerumunan masyarakat yang mengantarkan ke makam. Hal ini cukup untuk membuktikan kecintaan masyarakat terhadap sosok Samanhudi yang tentunya selalu membela apa yang seharusnya menjadi hak rakyat.
Selesailah kunjungan siswa SPB dalam memperdalam sejarah salah seorang tokoh pergerakan nasional. Namun, masih ada satu kegiatan akhir yaitu diskusi dimana para siswa dibebaskan untuk mengutarakan pendapatnya terhadap satu kelompok yaitu mengenai bagaimana menumbuhkan perekonomian Indonesia utamanya di daerah Laweyan, dengan menganggap seolah-olah saat itu mereka adalah seorang Samanhudi. Setiap orang tentunya memiliki karakter masing-masing dalam mengungkapkan isi pikiran mereka. Maka perdebatan kecil bukanlah masalah karena itu suatu hal yang manusiawi. Yang terpenting adalah mereka mempunyai tujuan yang sama dalam proses pemecahan masalah tersebut. Setelah usai diskusi yang dilakukan, setiap kelompok dituntut untuk mempresentasikan hasil dari diskusi tersebut. Akhir dari kegiatan Mocas 2 yaitu ditutup dengan menunaikan sholat maghrib berjamaah. Barulah para siswa SPB melanjutkan kegiatan untuk pulang kearah tujuan masing-masing.
Firdausi Khomsah
Kamis, 28 September 2017
Kamis, 21 September 2017
Judul :
Generasi Muda yang peduli
Sasaran :
Masyarakat daerah sub urban atau pinggiran kota
Karakter
atau mental seseorang dibangun dari lingkungan tempat mereka tinggal. Adapun
orang yang tinggal di lingkungan tertata seperti perumahan atau ya sebut
sajalah berkecukupan apapun kebutuhannya maka ia akan cenderung memiliki sikap
lebih lemah dan kurang dapat menguasai diri akan kejamnya kehidupan. Sebaliknya
orang yang hidup dengan keadaan serba kekurangan, tinggal di daerah yang rawan
akan kejahatan, membanting tulang hanya untuk mendapatkan sesuap penghidupan,
maka ia lebih siap dalam menghadapi segala kondisi yang mengharuskannya hidup
lebih berat daripada mereka yang berkecukupan. Bukanlah mereka yang
menginginkan kehidupan kejam seperti itu, namun keadaanlah yang memang memaksa
mereka menerima kenyataan pahit tersebut. Kata kunci dari pernyataan ini adalah
kemiskinan.
Permasalahan
tentang kemiskinan merupakan warisan sejarah yang tak kunjung usai, sebab dari
dahulu kala sampai saat ini terus berlangsung secara terus menerus. Satu kata
kemiskinan bercabang pada masalah lainnya, seperti dalam hal fasilitas
pendidikan, pelayanan kesehatan, dan berbagai kebutuhan hidup lainnya. Mereka
seharusnya terpelihara oleh negara, namun apa daya mengais-ngais perhatian dari
pemegang kebijakan di negeri ini. Mereka lebih suka memakan kertas-kertas bukti
identitas penduduk suatu negara untuk mensejahterakan diri sendiri tanpa
memikirkan orang-orang dibawahnya. Keadilan adalah suatu kata yang tepat untuk
mereka dapatkan
Kita
sebagai generasi muda penerus bangsa yang tentunya memiliki kecerdasan
intelektual berkewajiban peduli dan mau memikirkan masyarakat dengan kondisi
seperti ini. Bukan hanya untuk duduk dibangku ruang kuliah dan mendengarkan apa
yang dosen berikan. Pikiran boleh jalan, tetapi hati adalah nadi dari seseorang
untuk merasakan berbagai kondisi disekitar kita, sebagai makhluk soaial yang
harus saling tolong-menolong. Lantas, apa sih
yang seharusnya kita lakukan?. Jawabannya adalah bantulah mereka semampu kita.
Membantu tak selalu harus dengan materi. Namun, maksimalkanlah kemampuan atau
ilmu yang kita miliki dan salurkanlah kepada masyarakat yang membutuhkan tersebut.
Contoh
hal yang dapat kita lakukan seperti menggiatkan kegiatan perekonomian
masyarakat pinggiranyang berpedoman pada pencapaian ketahanan pangan seperti
usaha mikro kecil menengah (UMKM). Nah hal inilah yang dapat membantu
meningkatkan taraf ekonomi mereka dan mennumbuhkan semangat untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik. Meskipun tak terlalu besar nilainnya. Selanjutnya
yaitu mencoba mengunggah kepedulian kita bersama terhadap kemiskinan. Harapan
tercapainya hal ini dapat terwujud jika warga yang kurang berkecukupan
menyadari potensi yang mereka miliki sehingga dapat dipergunakan dan
dikembangkan untuk memperbaiki kondisi kehidupannya dan kita sebagai relawan
dalam menghadapi permasalahan ini dapat bepihak dan bersatu padu untuk
bersama-sama memikirkan , merumuskan cara, bertindak dan terus mengevaluasi
diri.
Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini
kebanyakan masyarakat intelektual cenderung menumpuk di pusat kota, tanpa
disadari atau tidak kita jarang hidup berbaur dengan masyarakat yang memiliki
keadaan seperti ini. Maka dari itu kita diperlukan untuk membantu membangun dan
meningkatkan sumber daya manusia di pinggiran. Contoh sederhananya dapat
membuka tempat belajar atau Taman Bacaan untuk menggalakkan belajar untuk
mereka yang kurang mendapat fasilitas pendidikan. Khoirunnas ‘anfauhum linnas,
jadilah manusia yang bermanfaat tak hanya untuk diri sendiri. Namun bagi orang
lain yang membutuhkan bantuan kita pun harus kita penuhi.
Langganan:
Komentar (Atom)