Kamis, 28 September 2017

Menilik seorang pejuang keadilan rakyat

Menilik Seorang Pejuang Keadilan Rakyat
Penulis: Khomsah Nur Firdausi, Pendidikan Geografi 2017, UNS
Solo -  Gelombang pengendara sepeda motor yang datang dari arah universitas  kenamaan  dikota Solo yang tak lain adalah para mahasiswa UNS berarak menuju salah satu situs bukti perjuangan pahlawan yang bergerak dalam bidang perdagangan, Museum Samanhudi. Rombongan ini merupakan para mahasiswa yang tergabung dalam salah satu UKM dibawah bimbingan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) UNS yaitu Sekolah Penerus Bangsa. Kegiatan kunjungan ke Museum Samanhudi adalah satu dari serangkaian agenda rutin atau biasa disebut dengan mocas (moving class) yang telah memasuki pekan kedua sejak dimulainya kegiatan tersebut.
Acara ini diselenggarakan selama tiga hari yaitu sejak Jumat, 22 September 2017 hingga Ahad, 24 September 2017. Para siswa SPB bebas memilih salah satu dari ketiga hari tersebut. Berawal dari berkumpulnya para siswa SPB di gedung Porsima, pada pukul 13.00 WIB mereka berkumpul untuk persiapan pemberangkatan didampingi oleh panitia dari BEM UNS. Tak lupa almamater berwarna light blue kebanggaan mereka kenakan. Setelah dirasa sudah lengkap peserta / siswa SPB yang hadir, maka pada pukul 14.00 WIB dimulailah perjalanan menuju Museum Samanhudi yang terletak di Jl. K. H. Samanhudi No.75, Sondakan, Solo.
Tujuan dari kegiatan mocas 2 mengunjungi Museum Samanhudi  adalah untuk membuka pemahaman dan jiwa-jiwa pejuang yang berjuang untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh rakyat bangsa ini dengan berasaskan pada sikap filantropi  yang harus ditumbuhkan bagi para siswa dari Sekolah Penerus Bangsa sehingga kedepannya  dapat terealisasikan. Sesuai dengan nama museumnya, didalamnya mengungkap sejarah seorang tokoh yaitu Samanhudi. Beliau adalah sosok pahlawan yang turut aktif dalam pergerakan nasional dan menegakkan keadilan terutama dalam bidang ekonomi bagi kaum pribumi. Seorang pendiri organisasi Sarekat dagang Islam (SDI).
. Setelah rombongan siswa SPB sampai ditempat tujuan tepatnya di kelurahan Sondakan kesan awal yang mereka rasakan memang tak nampak bahwa di dalam tempat ini terdapat sebuah museum. Kedatangan mereka di kantor kelurahan Sondakan disambut dengan baik oleh panitia dan beberapa pegawai kantor kelurahan Sondakan. Setelah itu, mereka diarahkan untuk berkumpul di pendopo atau aula kantor kelurahan. Setelah itu acara dibuka oleh MC, dilanjutkan dengan pengisian oleh para pemateri yang tentunya mengetahui napak tilas perjuangan seorang Samanhudi. Diantaranya adalah bapak Suwardi, beliaulah yang menjelaskan kepada para siswa SPB mengenai biografi Samanhudi. Kemudian ada juga bapak Aziz Okta, beliau adalah petugas keamanan kelurahan Sondakan yang saat itu menjadi tour guide bersama bapak Suwardi.

Didalam museum yang tempatnya tidak begitu luas tersebut, memuat banyak bukti sejarah yang berkaitan dengan seorang Samanhudi. Terdapat banyak figura, foto, dan tulisan-tulisan yang menyangkut kisah hidup Samanhudi. Dari penjelasan yang dituturkan oleh bapak Suwardi dan bapak Aziz para siswa SPB dapat memahami bahwa bagaimana sulitnya rakyat pribumi mendapatkan keadilan padahal di tanah airnya sendiri. Singkat cerita smanhudi adalah seorang putra dari keluarga pedagang batik didaerah Laweyan. Saat usianya yang baru menginjak 13 tahun, Ayahnya mempercayakan perusahaan keluarga kepadanya. Barulah pada saat berusia 19 tahun beliau memimpin perusahaan yang tenaga kerjanya ssat itu berjumlah 200 orang.

Awal perjuangan Samanhudi yaitu saat beliau merasakan adanya perbedaan perlakuan oleh penguasa Hindia-Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang tionghoa pada tahun 1905. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1905, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya. Awal didirikannya organisasi ini adalah untuk mewadahi para pengusaha batik di Surakarta. Terlihat sekali bahwa beliau sangat mengutaman kepentingan orang lain dengan ikut dalam konggres yang diselenggarakan di Sriwedari dan mengubah nma organisasinya menjadi Sarekat Islam (SI) serta membuat anggaran dasar dalam pelaksanaannya.

Setelah selesai dalam kunjungannya di Museum Samanhudi para siswa SPB melanjutkan perjalanan menuju Masjid Laweyan. Sebuah masjid tua yang terletak di perbatasan kota Solo. Usai dari masjid, mereka berjalan menyusuri setiap sudut jalanan menuju rumah pemberian Soekarno yang saat ini ditempati cicitnya. Kemudian, Mereka berjalan menuju makam Samanhudi dan dikisahkan pula dulu ketika Samanhudi meninggal banyak sekali kerumunan masyarakat yang mengantarkan ke makam.  Hal ini cukup untuk  membuktikan kecintaan masyarakat terhadap sosok Samanhudi yang tentunya selalu membela apa yang seharusnya menjadi hak rakyat.

Selesailah kunjungan siswa SPB dalam memperdalam sejarah salah seorang tokoh pergerakan nasional. Namun, masih ada satu kegiatan akhir yaitu diskusi dimana para siswa dibebaskan untuk mengutarakan pendapatnya terhadap satu kelompok yaitu mengenai bagaimana menumbuhkan perekonomian Indonesia utamanya di daerah Laweyan, dengan menganggap seolah-olah saat itu mereka adalah seorang Samanhudi. Setiap orang tentunya memiliki karakter masing-masing dalam mengungkapkan isi pikiran mereka. Maka perdebatan kecil bukanlah masalah karena itu suatu hal yang manusiawi. Yang terpenting adalah mereka mempunyai tujuan yang sama dalam proses pemecahan masalah tersebut. Setelah usai diskusi yang dilakukan, setiap kelompok dituntut untuk mempresentasikan hasil dari diskusi tersebut. Akhir dari kegiatan Mocas 2 yaitu ditutup dengan menunaikan sholat maghrib  berjamaah. Barulah para siswa SPB melanjutkan kegiatan untuk pulang kearah tujuan masing-masing.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar